BELAJAR DARI KEMAJUAN PENDIDIKAN NEGARA TETANGGA
Moh. Khairudin, Ph.D.
Baru-baru ini Menteri Keuangan Ibu Prof Sri Mulyani dengan ringan mempertanyakan kinerja guru yang tidak membaik. Tentunya pertanyaan ini wajar diajukan oleh seorang menteri keuangan karena sebagian guru telah mendapat tunjangan sertifikasi guru. Program for International Student Assesment (PISA) sebagai salah satu parameter kualitas pendidikan, tahun 2015-2016, Indonesia masih menempati urutan ke 62 dari 70 negara. Sementara itu Singapore, Vietnam dan Thailand masing-masing urutan ke 1, 22 dan 56 jauh di atas Indonesia yang sesama Negara ASEAN. Belum lagi lulusan sekolah menengah hingga sarjana, setelah selesai mengenyam pendidikan, mereka menjadi pengangguran, maka semakin runyamlah muka guru dan sekolah dalam mengelola pendidikan ini.
Lalu apa yang menjadikan semakin tidak menentunya pendidikan di Indonesia? Apakah lalu menyalahkan guru dan sekolah sepenuhnya karena tidak dapat mengajar dan mendidik dengan baik?
Pertama, wilayah Indonesia terdiri dari 13 ribu lebih pulau. Kemampuan pemerintah dalam meratakan pendidikan untuk semua wilayah belum terjangkau degan baik. Suatu hari penulis mengunjungi sekolah-sekolah di daerah Terluar, Terjauh, Terdepan (3T), maka dengan sangat memprihatinkan kondisi sarana maupun prasarana sekolah sehingga apabila terjadi hujan lebat maka situasi kelas dan pembelajaran sangat terganggu. Sekolah hanya berdinding anyaman bambu, guru yang serba minimalis secara jumlah sehingga seorang guru dapat mengajar beberapa mata pelajaran sekaligus. Bagaimana mungkin sekolah-sekolah semacam ini dibandingkan dengan Singapura dan Vietnam dalam  hasil PISA, sangat tidak mungkin.
Berbeda dengan kondisi sebut saja sekolah di DI Yogyakarta, dengan berbagai kecukupan sarana dan prasarana serta jumlah guru secara kuantitas maupun kualitas mecukupi. Selain itu kualitas pendidikan di wilayah DI Yogyakarta juga didukung oleh hasil-hasil penelitian dari universitas-universitas terbaik di Indonesia seperti UGM dan UNY. Jadi wajar dapat dipastikan hasil Ujian Nasional (UN) setiap tahun dari DI Yogyakarta selalu menduduki nomer wahid di nasional. Seharusnya pemerintah dapat mereplikasi kultur dan daya dukung pendidikan yang ada di DI Yogyakarta untuk daerah lain.
Dengan keyakinan yang luar biasa, bila hasil PISA siswa Singapura dibandingkan dengan siswa hanya dari DI Yogyakarta saja, maka akan berimbang bahkan mungkin lebih unggul. Poinnya adalah pemerintah Indonesia dengan dukungan segala kementerian mestinya menfokuskan pengembangan pendidikan hingga ke daerah 3T agar dapat merata. Lihatlah Malaysia yang hampir setiap propinsi dan kabupaten pasti dibangun pusat pendidikan dan universitas berstandar internasional sehingga dapat membangkitkan seluruh aspek kehidupan seperti ekonomi, pendidikan maupun budaya daerah tersebut. Banyangkan di daerah Sabah dan Serawak saja, Malaysia berinvestasi membangun Universiti Malaysia Sabah dan Unversiti Malaysia Serawak maka wajar perekonomian berkembang di daerah tersebut karena adanya perkembangan budaya dan pendidikan. Seandainya pemerintah Indonesia juga melakukan hal yang sama dengan Malaysia di daerah 3T maka akan mudah meningkatkan kualitas pendidikan yang merata.
Terkadang di satu sisi semangat dan kebanggaan bahwa negeri Indonesia ini terbentang luas dengan khazanah yang loh jinawi nan kaya. Namun kapasitas dan kapabilitas manajemen pemberdayaan belum dapat menjangkau luasan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke hingga semua mendapatkan kualitas pendidikan yang sama.
Jadi kualitas pendidikan terutama di tingkat SD sampai SMA/MA/SMK tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah dan orangtua. Justru peran dan andil pemerintah dengan semua kementeriannya harus bersinergi untuk bergayung bersambut meratakan pendidikan sebagaimana yang telah dicapai di daerah-daerah yang telah maju seperti DI Yogyakarta.
Marilah menengok bagaimana pendidikan di Taiwan dengan PISA rangking 7 tahun 2016, hal ini dikarenakan pemerintah Taiwan dapat meratakan kualitas pendidikan hingga daerah pedalaman. Sebut saja daerah Yunlin, di daerah ini dibangun universitas papan atas sehingga wajar perekonomian, budaya maupun pendidikan daerah Yunlin menjadi seimbang dengan daerah ibukota Teipei. Bagaimana dampak kualitas pendidikan yang ada Di Taiwan? Suatu hari pernah terjadi musim panas yang luar biasa sehingga hampir semua ruang menggunakan AC. Saat puncak pemakaian listrik itulah beban sumber listrik tidak tercover dengan baik sehingga mengakibatkan listrik mati total. Kejadian ini menyadarkan menteri ESDM Taiwan yang secara sadar gagal mengkordinasikan energi nasional sehingga mengundurkan diri. Itulah gambaran kesadaran dan rasa malu dan dedikasi yang tinggi terhadap tugas.
Di negeri Indonesia sering terjadi kondisi yang memilukan secara nasional tetapi yang terjadi adalah saling menyalahkan. Bagaimana dengan pendidikan Indonesia yang belum kunjung bersemi secara merata? Sekali lagi kualitas pendidikan yang merata di seluruh negeri ini tidak bisa terangkat hanya oleh pundak sekolah dan orangtua siswa saja. Akan tetapi butuh sentuhan tangan-tangan halus dan keseriusan pemerintah pusat maupun daerah serta semua kementerian agar pemerataan segera mulai diwujudkan sehingga semua daerah akan berimbang.
Khairudin-Dalam perjalanan dari Tainan ke Douliu-Taiwan